Dewan Islam Usulkan Suami Boleh Pukul Istri jika Menolak Berhubungan S3k5

Dewan Ideologi Islam (CII) di wilayah Negara Bagian Punjab, Pakistan, mengusulkan aturan baru yang mengizinkan suami untuk melakukan "pukulan ringan" dan "kekerasan terbatas" terhadap istrinya. Seperti dilaporkan situs berita Express.co.uk, Senin (30/5/2016), CII pekan lalu telah mengajukan proposal mereka ke parlemen Punjab.

CII juga menyarankan pemerintah Pakistan untuk segera membuat undang-undang yang memungkinkan suami untuk melakukanlightly beat terhadap istrinya.
Tindakan itu dilakukan jika istri menolak berhubungan seks, tidak memakai jilbab, atau jika mereka berbicara terlalu keras "sehingga para tetangga bisa mendengar".
Dewan Islam itu juga mengatakan, seorang suami boleh menggunakan kekerasan terbatas (limited violence) terhadap istri yang tidak mandi setelah berhubungan atau selama datang bulan.
Selain itu, dewan juga menyediakan panduan tentang cara-cara melakukan pukulan ringan dan kekerasan terbatas terhadap para suami atau pria yang sudah berkeluarga terhadap pasangannya.
Ketua CII Maulana Muhammad Khan Sherani mengatakan dalam konferensi pers di Islamabad, pekan lalu, “Jangan memukul kepala dengan sepatu atau sapu, atau memukul hidung dan mata”.
“Jangan mematahkan tulang atau melukai kulitnya atau meninggalkan tanda apa pun (di badan istrinya,” kata Sherani.
“Jangan memukulnya karena dendam, tetapi hanya untuk mengingatkan istri tentang kewajiban agamanya (yang harus dijalankan),” katanya.
Saat ini CII sedang berusaha untuk merampungkan 160 halaman draf naskah peraturan yang akan diusulkan kepada parlemen di wilayah Punjab, Pakistan, yang akan mengesahkannya atau tidak.
Namun, CII sangat berharap agar parlemen mengesahkan rancangan peraturan yang mereka usulkan itu demi tegaknya ajaran Islam secara baik dan benar.
Setiap pria yang tidak mengindahkan aturan itu harus dituntut secara hukum.
Proposal peraturan dari CII itu untuk menanggapi munculnya gerakan liberal di wilayah Punjab, yang menginginkan kesetaraan jender yang bertujuan untuk memberikan kesetaraan dalam hak.
Gerakan kesetaraan jender itu termasuk penggunaan gelang elektronik pada istri, yang mudah dideteksi jika istri mendapat perlakuan kasar atau dipukul oleh suami mereka.
Allama Tahir Ashram, mantan anggota CII yang mengundurkan diri di  “daerah religius” itu, mengatakan, “Ini sulit dipercaya!”
“Jadi, apa yang dimaksudkan dengan 'light beating' dan 'limited violence' itu? Tidak untuk memenggal kepala mereka, tetapi hanya mengatakan, membakar mereka dalam minyak?” Ashram bernada retoris sambil menambahkan, “Kekerasan dilarang oleh Islam”.
Namun, CII juga mengatakan, wanita dibolehkan untuk mewarisi properti, dilindungi dari kawin paksa, serangan atau pembunuhan demi kehormatan.
Draf yang diusulkan CII juga mengatakan, perempuan juga harus dipukuli jika mereka tidak memakai jilbab, berbicara keras sehingga para tetangga bisa mendengar, atau memberikan uang kepada orang-orang lain tanpa izin suaminya.
Jika draf UU itu jika disahkan oleh parlemen, maka perempuan akan dipaksa untuk menyusui sampai anak mereka berusia dua tahun. Mereka dilarang menggunakan kontrasepsi tanpa izin suaminya.
Proposal dari CII itu dinilai sangat mengerikan. Padahal, soal kesetaraan jender, Pakistan adalah negara Islam pertama yang memilih seorang perdana menteri perempuan, yakni Benazir Bhutto, yang kemudian dibunuh pada tahun 2007.
Pakistan merupakan salah satu negara terburuk dalam memperlakukan perempuan, entah soal pekerjaan dan pendidikan.
Lebih dari 1.000 kasus pembunuhan perempuan terjadi tahun lalu demi kehormatan keluarga.
Pengacara hak asasi manusia Pakistan, Asma Jahangir, berkomentar soal peraturan yang diusulkan oleh CII itu, “Menjijikkan, tetapi kita tidak perlu khawatir. Wanita Pakistan tahu bagaimana melindungi diri mereka sendiri.”