Ini adalah kisah nyata
terbakarnya jenazah saat makamnya dibongkar. Cerita memilukan ini
disarikan dari ceramah KH Zubairi Rahman, pengasuh Program Keluarga
Sakinah Suara Giri FM.
Beberapa waktu kemudian,
ibu keluar dengan tas di tangannya. Tidak semua barangnya bisa dibawa.
Ia melangkah berjalan di tengah malam, sambil air mata terus menetes
membasahi pipinya.
Tubuhnya juga tampak lebih tipis. Dan begitu dibuka, mereka terkejut bukan main. Jenazah Karta berubah warna dan bentuk, seperti hangus terbakar.
Sebut saja nama si jasad
itu Karta. Ia telah menikah dengan wanita pilihannya. Wajahnya cantik.
Namun sayang, hatinya tak secantik wajahnya.
Karta mulai terpengaruh dengan istrinya dan hampir selalu menurutinya. Dari sinilah kisah tragis itu dimulai.Selain
Karta dan istrinya, di rumah itu juga tinggal ibunya. Sebelumnya, Karta
bersikap baik pada ibunya. Tapi perlahan, sang istri 'mencuci otak'
sang suami.
Suatu hari, sepulang
Karta dari tempat kerja, istrinya mengadu. “Mas, ibu itu bagaimana sih.
Kerjanya cuma jalan-jalan ke rumah tetangga. Nggak mau bantuin aku.”Karta langsung termakan kata-kata sang istri. Dicarinya ibunya.
“Ibu, ibu sukanya ke main ke rumah tetangga ya. Nggak mau mbantu menantu ibu.”
“Siapa yang bilang
begitu. Ibu itu yang ngepel dan nyapu rumah ini, Karta. Ibu yang
mencuci. Dan makanan yang kamu makan itu, itu juga ibu yang masak. Ibu
memang ke rumah tetangga, tapi itu cuma sebentar. Untuk istirahat. Kalau
istirahat siang-siang di rumah ini, ibu bisa dimarahi istrimu…”
Mendengar penjelasan itu, bukannya minta maaf, Karta malah tidak mempercayainya. “Ah, ibu alasan saja.”Hari-hari
berikutnya, hubungan antara Karta dan ibunya tak kunjung membaik.
Apalagi hubungan antara ibu dengan istri Karta, semakin memanas. Hingga
suatu malam, setelah Karta sampai di rumah, sang istri memintanya
mengambil keputusan yang sangat sulit.
“Mas, aku sudah tidak
betah lagi sama ibu. Aku dan ibu tidak bisa lagi tinggal dalam satu
atap. Sekarang Mas pilih, aku yang pergi atau ibu yang keluar dari rumah
ini,” kata istri Karta dengan nada tinggi.
Karta bingung. Ia tidak tega mengusir ibunya, tetapi ia juga tidak sanggup berpisah dari istrinya.
Entah setan apa yang merasukinya, ia pun melangkah ke kamar ibunya.
“Masya Allah, benarkah
kamu mau mengusir ibu ini, Karta?” tanya ibu setengah tak percaya saat
mendengar Karta memintanya pergi dari rumah.
“Iya, Bu. Ini demi kebaikan rumah tangga kami.”
“Kamu tega, Karta,”
orang yang namanya dipanggil hanya diam, “kalaupun kamu mengusirku,
tunggulah besok pagi. Tengah malam begini, ibu harus ke mana?”
Karta terdiam. Ia tak menjawab. Tapi keputusannya telah bulat.
Sebagai seorang ibu, ia
sungguh sangat kecewa. Sakit hatinya. Diusir oleh anak sendiri yang
lebih mementingkan istri tak berakhlak daripada ibunya.Dalam
kondisi itu, sang ibu pun berdoa. “Ya Allah, hatiku sakit atas
perlakuan ini. Anakku sendiri mengusirku, padahal aku yang mengandung,
melahirkan, menyusui dan membesarkannya. Ya Allah, aku tidak ridho
padanya. Aku haramkan seluruh air susu yang diminumnya sejak bayi hingga
membentuknya seperti saat ini.”
Doa seorang ibu yang
didurhakai, doa di tengah malam, dalam kondisi hujan rintik-rintik,
ketiga faktor mustajabnya doa itu bertemu
Keesokan harinya, Karta merasakan seluruh tubuhnya sakit. Kulitnya mulai gatal-gatal.
Makin lama, kulitnya
seperti melepuh. Hari-hari berikutnya lepuhan itu mengeluarkan nanah
dengan bau yang menyengat. Sampai-sampai, tetangga yang menjenguknya pun
tidak berani mendekat.
“Tolong carikan ibuku, aku ingin minta maaf. Sakitku ini karenanya,” pintanya pada seseorang.
“Tidak. Biar Karta
merasakan sakit itu. Sakitnya hatiku diusir lebih sakit dari apa yang
dirasakan Karta,” jawab sang ibu saat ditemui pesuruh Karta, “aku tak
mau kembali ke rumah itu.”
Beberapa hari kemudian, Karta pun meninggal. Begitu busuknya bau Karta, sampai-sampai tidak ada yang mau memandikannya.
Sang istri pun menyewa
orang untuk memandikan Karta. Waktu meninggalnya Karta hampir bersamaan
dengan meninggalnya orang lain di kampung yang sama.
Sehingga tersedialah dua galian untuk memakamkan mereka. Dan baru saja Karta dimakamkan, keributan terjadi.
“Ini seharusnya makam
untuk saudara saya, kenapa ditempati,” kata seseorang yang terkejut
melihat galian makam untuk saudaranya telah terisi.
“Maaf pak, kami tidak
tahu. Karena sudah terlanjur, sekali lagi kami minta maaf. Mohon
almarhum dimakamkan di galian satunya Pak, kan sama-sama makamnya.”
“Tidak bisa! Ini sudah
kita pesan liang lahatnya dekat dengan anggota keluarga yang meninggal
sebelumnya. Kalau di sana kan jadi terpisah. Kami tidak mau. Harus
dibongkar”
Karena tidak bisa diajak
kompromi, akhirnya warga pun mengalah untuk membongkar kembali makam
Karta. Anehnya, saat makamnya dibongkar, mereka mendapati kain kafan
Karta telah berubah warna; coklat keabu-abuan.
Tubuhnya juga tampak lebih tipis. Dan begitu dibuka, mereka terkejut bukan main. Jenazah Karta berubah warna dan bentuk, seperti hangus terbakar.
Demikian dahsyatnya azab
bagi anak yang durhaka kepada ibunya. Azab pedih langsung terjadi di
dunia dan lebih pedih lagi saat berada di alam barzah.
(Ism, Sumber: Pelangimuslim.com)